Rabu, 24 September 2014

calistung

Aku diajari membaca tulisan
Tapi aku tak bisa membaca keadaan
Aku diajari menulis tangan
Tapi aku tak bisa membuat karangan
Aku diajari menghitung angka
Tapi aku tak bisa menerapkan dalam kenyataan
Tunjukkan kegunaan calistung.

Kali

Kali terakhir bersama dirimu
Barangkali otakku tak mampu mengingat
Hanya dipinggir kali yang kuingat
Berulangkali kau tersenyum
Sehingga berkali-kali aku serasa ringan
Itulah kenangan terakhir kali

Kali ini . . .
Aku datangi kali itu
Untuk yang kesekian kali
Kali-kali aku bisa melepasmu
Membebaskan diriku sekali saja
Lanjutkan hidup kali lebih bahagia

Tak lagi sama

Berhadapan saling pandang
Kau katakan lewat kanan
Aku ikuti maumu
Tapi kenapa tidak bersama?
Kau katakan maju
Aku ikuti maumu
Tapi kenapa tidak sejalan?
Apakah maumu juga untukku
Atau aku salah mengerti maumu
Maumu dan mauku tak lagi sama

Senin, 22 September 2014

Kembalilah ke tubuhku

Tersungging dibalik kelambu
Ku fokuskan pandanganku
Ku tatap dirimu
Ku bangunkan kesadaran
Bahwa ini adalah kenyataan

Bunga mawar telah mekar
Dan aku yang akan memetiknya
Ketika waktunya tepat
Lewat ali-ali emas

Kau tulang rusukku
Bengkok sudah jadi sifatmu
Aku takkan meluruskannya
Ku terima seperti itu
Kembalilah pada tempatmu
Tubuhku

Langit berbintang

Aku memandang . . .
Langit berbintang dimalam panjang
Disertai angin yang tak bersimpati
Selimuti badan dengan dingin

Aku harap . . .
Kau memandang langit berbintang
Dari balik jendela kamar
Agar angin dingin tak sentuh kulitmu

Walau kau tak sanggup ku pandang
Tinggalkan kenangan
Terpaku di dinding hati
Diselimuti angin dingin
Namun kau dan aku memandang . . .
Langit berbintang yang sama

Indahkan hidupku

Hadirmu indahkan hidupku
Tersenyum dan tertawa
Wajahmu bercahaya
Bahagiakan diriku
Waktu berlalu begitu cepat saat bersamamu
Namun ku takkan bosan
Hilang lelah letih
Ketika bertemu denganmu
Kau kembalikan semangatku
Kau alasan aku hidup
Penuh arti

Kamis, 18 September 2014

Lepas dan bebas

Rasa takut ini
Ikat pikiran tak berdaya
Terbatasi sulit bergerak
Hati terkungkung menelikung
Bagaimana kuungkapkan rasa takut ini?
Agar aku lepas

Ampuni aku . . .
Masih meminta yang belum kumiliki
Belum lepas dan bebas pikiran ini
Selalu memikirkan materi dunia
Tolonglah . . .
Tunjukkan mana yang benar?
Bebas dan lepaskan pikiran ini

Senin, 15 September 2014

Tetesan air

Pohon telanjang
Kehilangan daun di musim kemarau
Kedinginan dan rapuh
Ranting jatuh tersentuh angin
Kulit pucat kering keriting
Menahan dahaga
Menunggu mega
Memang waktu kini menderita
Tapi juga ada saat nanti bahagia
Ketika mega meneteskan air mata
Bukan kesedihan
Tuk melepaskan dahaga
Menumbuhkan daunnya

Bila

Bila muda maka aku akan berkarya
Bila sehat maka aku semangat
Bila luang maka aku berjuang
Bila hidup maka aku sejahterakan negeri ini

Minggu, 14 September 2014

Kerlip kecil

Adalah angin . . .
Tak terlihat tapi terasa
Memaksa dedaunan menari
Saling bergesekan mengikuti sorongan
Ciptakan alunan suara alam
Dan aku . . .
Takkan terlihat
Takkan berasa
Hilang tenggelam oleh zaman
Bila tak ada manfaat

Bahwa bulan . . .
Didampingi bintang-bintang
Entah menempel atau menggantung di langit malam?
Cahayanya lembut menerangi
Sedangkan bintang hanya kerlip kecil
Seakan menunggu redupnya
Sesungguhnya bulan itu hanyalah cermin
Bercahaya karena menerima sinar matahari
Bulan tampak lebih terang dari bintang
Padahal bintanglah yang bersinar
Dan matahari itu bintang
Sungguh mata bisa menipu
Suruh anak kecil melihat langit malam
Tanyakan tentang terang mana bulan atau bintang?
Besar mana bulan atau bintang?
Terdengan jawaban polos dan lantang
Yaitu bulan
Mengapa aku . . .
Tertipu perasaan
Digemerlap kehidupan
Kenimatannya melenakan melalaikan
Bahwa kebenaran kadang kerlip kecil
Dipekat hiruk pikuk peluh manusian
Enggan kemudian berpaling ditinggal
Dianggap tak mampu menerangi
Sungguh manusia telah tertipu
Tak dapat melihat manakah hakikat
Dan dunia hanyalah titik lecil
Kenikmatannya tiada artinya
Dibandingkan surga-Nya

Cabang berbuah

Pikiranku bercabang
Dan masing-masing cabang berbuah
Kalau suatu pohon berbuah
Pasti mempunyai buah yang sama
Tapi tidak dengan buah pikiranku
Ada yang baik bentuknya
Dan manis rasanya
Ada yang baik bentuknya
Tapi pahit rasanya
Ada yang buruk bentuknya
Tapi manis rasanya
Tapi ada juga yang buruk bentuknya
Dan pahit rasanya
Baik baik atau buruk
Baik manis atau pahit
Aku tidak tahu mana yang boleh dimakan
Karena kadang pahit itu jamu
Dan manis itu candu tanpa disadari juga menjadi racun
Pikiranku bercabang
Dan masing-masing cabang berbuah

Kepakkan sayap

Aku terpaku di tembok rutinitas
Padahal dunia itu luas
Tertahan pekerjaan
Terhimpit beban tanggungjawab

Seakan bosan
Dalam pengulangan tanpa ujung
Tak kutemukan jalan keluar
Melepaskan jeratan ikatan

Aku ingin segera bebas
Kepakkan sayap-sayap
Menembus mega
Melintasi cakrawala
Menyusuri luasnya dunia

Mungkin tidak hanya aku
Mempunyai cita sama
Tapi daya tak ada

Tolonglah
Tunjukkan cara
Wujudkan cita dari angannya
Ya, jadikan nyata

Kertas putih

Kertas putih
Kini tidak suci lagi
Bersihnya telah ternoda tinta hitam
Ulah tangan kanan
Goreskan tulisan atau sekedar coretan
Tuang apa yang kupikirkan
Mengisi waktu luang
Wahai kertas . . .
Sudikah dirimu menemaniku?
Mencetak buah rasaku
Saksi hitam diatasmu
Walai kau akan kumal jadinya
Bahkan tak bentuk rupa karenanya

Sabtu, 13 September 2014

Bebas dan tidak dilarang

Aku ingin bebas
Melakukan apa yang kuinginkan
Tak ada orang yang melarang
Aku tidak ingin ada yang melarang-larang
Tentang semua perbuatan yang kulakukan
Bebas melakukan apapun
Siapakah kamu yang telah melarang orang lain untuk melarangmu?
Kau katakan tidak boleh melarang
Lalu kenapa kamu melarang orang lain untuk melarangmu?
Siapakah kamu yang telah membatasi kebebasan orang lain?
Kau katakan ingin bebas
Lalu kenapa kamu tidak membebaskan orang lain untuk memberikan larangan?
Janganlah melarang orang lain untuk melarang
Dan janganlah membatasi kebebasan orang lain untuk bebas
Jika memang kamu ingin bebas dan tidak ingin dilarang

Nikmati saja

Panasnya hari ini
Kok hujan tidak turun
Lihatlah mereka yang mengeringkan gaplek
Lega karena akan kering sehari saja
Hujan turun terus
Aku pergi pulang kehujanan
Kok tidak terang dulu
Lihatlah petani yang menanam padi
Lega karena tidak perlu menyirami
Bahwa keinginanmu tak selalu terjadi
Dan merupakan keinginan yang lain
Kau hanya mencari yang tidak ada
Takkan pernah berhenti mencari yang tidak ada
Mengapa tidak kau nikmati saja apa yang ada padamu
Atau yang sedang terjadi padamu
Itu lebih membahagiakan

Bisa ngomong

Lagi lagi aku
Dari 30 yang ada disini
Kenapa selalu aku
Kalau mau hukum
Hukum saja
Panas kuping ini mendengarnya
Ucapmu
Ya memang bisanya hanya ngomong
Hanya mengingatkan
Kalau mau
Karena kau melawan
Aku hanya akan menilai seadanya

Kamis, 11 September 2014

Berita

Wartawan . . .
Jika koran-koran masih memberitakan keburukan negeri ini
maka kuikat saja kertas yang mencetaknya
Seraya berseru pada rumput di padang
Mana berita-berita baik dari negeri ini
Lantas kusapu sampah-sampah di halaman
Agar bersih dan sedap di pandang
Orang yang lewat menengok
Mengagumi keindahannya
Aku akan tulus menjadi batu pondasi
Menopang tembok pembangunan
Menjadi benteng kemajuan
Merupakan mimpi negeri ini
Yang dikisahkan dari para pejuang

Senin, 08 September 2014

Caping

Sawah takkan menghasilkan
bila tak kau tanami
Manusia takkan jadi pintar
bila tak belajar

Hijau padi menyenangkan petani
jerih payah menuai hasil
Kuning padi itu tanda
Waktu memanen
Caping setia berada di kepala
Melindungi . . .
Panas mentari yang tak bermaksud menyakiti
Hanya memang tugasnya menyinari
Kita yang harus pintar minteri

Tulang belakang akan tegak
untuk beberapa waktu
Tenaga akan terisi kembali
Melangsungkan hidup
untuk tujuan-Nya

Berikan cinta

Suatu sore
lelah telah berhasil menyandera
raga yang kehilangan tenaga
terkikis perjalanan panjang
bekerja . . .

Mengapa?
Wahai rumput . . .
Tubuh ini harus merasakan sakit
Jawablah . . .
Jangan diam . . .

Kenapa?
Hati ini butuh dicintai
perlu mencintai
Kemanakah cinta ini akan kuberikan?
Bila kuberikan pada Sang Pencipta
Kuberikan pada sesama
Kuberikan pada bumi
Apakah tidak mengapa?
Aku takut dianggap selingkuh
memberikan cinta pada semuanya
Tapi aku ingin dicintai semuanya
Tolong bantu aku
Tunjukkan mana yang benar

Rabu, 03 September 2014

Jangan kalah karena luka

Kita takkan tahu
Dimana akan mendapat luka
Dan itu sakit
Serta perih rasanya
Tapi jangan bersusah hati
Sampai putus asa
Itu hanya sementara
Obati luka itu
Hadapi dengan sabar
Jangan kalah dan tetap tersenyumlah

Luka menguatkan dan mendewasakan
Menjadi tegar karenanya
Kemudian berhati-hati serta waspada
Tidak luka lagi
Kau takkan melukai
Karena tahu rasa sakitnya
Kau tahu rasanya bangkit
Setelah terluka
Untuk itu
Kau menghargai rasa nikmat
Dan cinta yang kuat

Menjadi guru

Ketika aku menjadi guru,
Apakah aku telah mampu?
Dengan ilmu yang benar,
Apakah telah ada padaku?
Mungkin kekuranganku banyak,
Tapi ada sedikit yang kupahami.
Aku ajari diriku terlebih dahulu,
Sebelum mengajar orang lain
Kemudian aku akan terus belajar dan mengajar
Aku akan menjadi teladan belajar
Sebelum menyuruh orang lain belajar
Aku menjadi guru
Dimana pikiranku adalah ucapanku
Ucapanku sebagai perbuatanku
Perbuatanku merupakan diriku

Sadar pada rasa kecewa

Kecewa itu pernah kurasakan
Entah akibat ulahku sendiri
Terluka dan tersakiti
Seakan tiada yang peduli
Hanya sendiri menyendiri

Salahpaham mungkin
Salahsangka menyertai
Menyandarkan harapan tinggi
Aku yang egois
Mementingkan inginku sendiri
Segala hal sejalan denganku
Padahal ada yang beda

Dengan lapang dada kecewa kuterima
Setulus hati aku menyadari
Tak perlu paksaan itu
Dengan menghargai, aku menyeru
Karena takkan ada sempurna itu padaku
Hanya milik pencipta semata
Kesempatan memang terbuka
Untuk melakukan hal yang benar

Selasa, 02 September 2014

Dua hal buat diriku bahagia

Aku pernah kesal pada badanku,
ketika lemah tenaga,
padahal ia bisa kuat.
ketika melihatnya tambun,
seharusnya seimbang.

Aku merasa pikiranku bodoh,
ketika tidak bisa menyelesaikan kesulitan,
padahal mudah dihadapi dengan keuletan.

Aku menyesali perbuatanku,
ketika melakukan kesalahan,
seharusnya kuhindari atau meninggalkannya.

Aku kesal pada diriku,
ketika menghindar karena takut,
padahal bisa kuhadapi serta bersabar.

Aku pernah berburuk sangka,
karena sedikitnya harta,
padahal itu kesempatan supaya aku ihtiar lebih . . .

Aku mencari kebahagiaan,
dan itu bisa aku dapatkan,
karena ada pada diriku sendiri,
tersenyum dan bersyukur
atas apa yang kumiliki.

Senin, 01 September 2014

Tetesan air

Merupakan tetesan air
Menghantam batuan tanpa gentar
Kecil bentuknya tercerai berai
Keras batu akan luluh karenanya
Irama suaranya niscaya akan menenangkan
Tanpa lelah terus menerus
Seperti detak jantung menghidupkan
Siang malam tanpa perduli
Biarlah . . .
Lembut tetesan air
Membentuk kerasnya batu
Sedemikian rupa indah
Melepaskan dahaga mata ini

Bahwa aku

Bahwa aku telah datang
Menangis serta telanjang
Gema adzan aku dengar
Pertamakali kenalkan tuhan
Hidup mulia
Ilmu manfaat
Iman kuat
Mengarungi rimba dunia
Ketetapan hanya milik tuhan
Aku ibadah dan ihtiar
Tugas aku
Tuhan tetap tentukan